Lahir pada 4 Mei 1928 di suatu desa dekat Kairo, Mubarak adalah putra seorang pegawai kementrian kehakiman Mesir. Dia lelaki dengan disiplin yang ketat. Semua itu ditempanya sejak belia. Misalnya, dia kerap bangun pukul enam pagi, dan tak pernah absen olah tubuh.
Mubarak rajin main squash, tak merokok, dan jauh dari alkohol.
Itu sebabnya tubuhnya prima. Setelah lulus dari Akademi Militer pada 1949, Mubarak menjadi salah satu pilot idaman di Angkatan Udara Mesir. Dia juga salah satu dari sedikit perwira yang bersekolah ke Soviet untuk berlatih pesawat tempur canggih di 1950an, seperti Ilyushin Il-28 dan pengebom Tupolev Tu-16
Mubarak menikah dengan perempuan blasteran Inggris lulusan American University at Cairo, Suzanne. Mereka dikaruniai dua putra, yaitu Gamal dan Alaa.
Politik sebetulnya bukan tujuan hidupnya. Seperti diungkap dalam dokumenter stasiun berita Al Jazeera, sebagai pilot muda, Hosni Mubarak berniat keras menjadi Panglima Angkatan Udara. Mimpi itu jadi kenyataan: dia mendapat jabatan itu pada 1972. Hanya setahun sebelum negaranya kembali berperang dengan Israel, Perang Ramadan atau Yom Kippur.
Kelak, pada Perang Arab-Israel 1973 itu pula Mubarak membuktikan dirinya sebagai militer sejati. Mesir berhasil memaksa Israel mengadakan perjanjian damai. Setidaknya, Mesir tak lagi malu dikalahkan Israel pada Perang Enam Hari di tahun 1967.
Sadat pun terkesan dengan kepiawaian Mubarak. Dia jago strategi, dan juga piawai memimpin modernisasi Angkatan Udara Mesir.
Karena Mubarak tampak tak punya ambisi politik, Presiden Mesir Anwar Sadat lalu mengangkat Mubarak sebagai wakil presiden pada 1975. Tiga tahun setelah itu, Sadat pun memberi jabatan wakil Ketua Umum Partai Demokratik Nasional (NDP) kepada dia.
NDP adalah partai politik dominan di Mesir. Sadat sepertinya menginginkan Mubarak menjadi pemimpin Mesir di masa depan.
Mendekati Saddam
Sejak menggantikan Sadat sebagai presiden, Mubarak tak melakukan perubahan radikal. Dalam soal politik luar negeri, misalnya, dia tetap melanjutkan visi pendahulunya, yaitu menjadi kekuatan moderat di Timur Tengah.
Pada suatu masa, status itu membuat Mesir sulit. Negeri itu dikucilkan oleh sesama negara Arab. Soalnya, Mesir adalah negara Arab pertama yang berdamai dengan Israel. Perjanjian damai dengan Israel itu adalah warisan Sadat pada 1979, yang akhirnya diteruskan Mubarak.
Seperti diceritakan oleh BBC, perjanjian itu membuat Mesir didepak dari Keanggotaan Liga Arab. Markas lembaga itu pun dipindah dari Kairo ke Tunisia. Mubarak pun cepat tanggap. Dia melirik Saddam Hussein, pemimpin Irak yang dulu sangat berpengaruh di Dunia Arab. Silaturahmi dengan Saddam ditingkatkan.
Pada 1980an, politik Timur Tengah bergolak lagi saat Perang Irak-Iran. Selama delapan tahun perang, peta politik berubah lagi. Ketika perang itu berakhir, hubungan Mesir dan sesama negara Arab pun membaik. Pada 1990, sekretariat Liga Arab pindah kembali ke Kairo. Hebatnya, Mubarak tetap mempertahankan hubungan dengan Israel.
Mesir di bawah Mubarak akhirnya menjadi kekuatan penting di Timur Tengah. Negara-negara Barat, seperti Amerika Serikat dan Inggris, mengandalkan rezim Mubarak meredam radikalisme tetangganya menyangkut konflik Israel dan Palestina.
Posted by Unknown
on 8:03 AM. Filed under
People
.
You can follow any responses to this entry through the RSS 2.0.
Feel free to leave a response