|

CHRISTINA MARTHA TIAHAHU



Pemerintah RI menetapkan Si Nona Pejuang sebagai Pahlawan Nasional berdasarkan Surat Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 012/TK/Tahun 1969, tanggal 20 Mei 1969.

Di bawah kepemimpinan Gubernur Karel Albert Ralahalu, peringatan Pahlawan Nasional Wanita Nusantara itu senantiasa dilaksanakan untuk terus memupuk semangat Puteri Nusalaut agar menjadi semangat generasi muda Indonesia umumnya, secara lebih khusus generasi muda Maluku. Hari peringatan senantiasa diisi dengan dengan pelbagai kegiatan olah-raga dan kesenian di kota Ambon dan sekitarnya. 

Sekelumit Sejarah Perjuangan
Christina Martha Tiahahu dilahirkan di Abubu Nusalaut pada tanggal 4 Januari 1800. Christina adalah anak sulung dari Kapitan Paulus Tiahahu. Saat usianya baru 17 tahun ia memilih ikut jejak ayahnya memimpin perlawanan di Pulau Nusalaut. Ketika itu Kapitan Pattimura atau Thomas Mattulesi sedang mengangkat senjata melawan kekuasaan Belanda di Saparua. Perlawanan di Saparua menjalar ke Nusalaut dan daerah sekitarnya. Tanggal 11 Oktober 1817 pasukan Belanda dibawah pimpinan Richemont bergerak ke Ulath, namun berhasil dipukul mundur oleh pasukan rakyat. Dengan kekuatan 100 orang prajurit, Meyer beserta Richemont kembali ke Ulath. Pertempuran berkobar kembali, korban berjatuhan di kedua belah pihak.

Dalam pertempuran ini Richemont tertembak mati. Meyer dan pasukannya bertahan di tanjakan Negeri Ouw, Maluku Tengah. Di tengah keganasan pertempuran itu muncul seorang gadis remaja menantang peluru musuh. Putri Nusahalawano, srikandi Martha Christina Tiahahu. Ia turut memompakan semangat kepada kaum perempuan dari Ulath dan Ouw untuk turut mendampingi kaum pria di medan pertempuran.

Pemimpin pertempuran Belanda Meyer terluka dalam pertempuran ini, Vermeulen Kringer mengambil alih komando setelah Meyer dirawat di atas kapal Eversten.

Tanggal 12 Oktober 1817 Vermeulen Kringer memerintahkan serangan umum terhadap pasukan rakyat, ketika pasukan rakyat membalas serangan yang begitu hebat ini dengan lemparan batu, para Opsir Belanda menyadari bahwa persediaan peluru pasukan rakyat telah habis.

Vermeulen Kringer membumi-hanguskan pasukan rakyat dan seluruh negeri Ulath dan Ouw diratakan dengan tanah. Martha Christina dan sang Ayah serta beberapa tokoh pejuang lainnya tertangkap dan dibawa ke dalam kapal Eversten. Di dalam kapal ini para tawanan dari Jasirah Tenggara bertemu dengan Kapitan Pattimura dan tawanan lainnya.

Mereka diinterogasi oleh Buyskes dan dijatuhi hukuman. Karena masih sangat muda, Buyskes membebaskan Martaha Christina Tiahahu dari hukuman, namun sang Ayah, Kapitan Paulus Tiahahu tetap dijatuhi hukuman mati.

Mendengar keputusan tersebut, Martha Christina Tiahahu berupaya untuk membebaskan sang Ayah dari hukuman mati. Ia bahkan merebahkan diri di depan Buyskes memohonkan ampun bagi sang ayah yang sudah tua. Namun, semua itu sia-sia belaka.

Tanggal 16 Oktober 1817 Martha Christina Tiahahu beserta sang Ayah dibawa ke Nusalaut dan ditahan di benteng Beverwijk sambil menunggu pelaksanaan eksekusi mati bagi ayahnya. Ia mendampingi sang Ayah pada waktu memasuki tempat eksekusi, kemudian dibawa kembali ke dalam benteng Beverwijk. Sepeninggal ayahnya, Christina Tiahahu kembali bergerilya ke dalam hutan dan berkeliaran seperti orang kehilangan akal. Hal ini membuat kesehatannya terganggu.

Dalam suatu Operasi Pembersihan pada bulan Desember 1817 Martha Christina Tiahahu beserta 39 orang lainnya tertangkap dan dibawa dengan kapal Eversten yang hendak ke Pulau Jawa untuk dipekerjakan secara paksa di perkebunan kopi. Namun, sebelum menuju pulau Jawa di atas kapal ini kondisi kesehatan Christina memburuk, ia menolak makan dan pengobatan.

Tanggal 2 Januari 1818, baru selepas pulau Ambon, masih di Tanjung Alang, Martha Christina Tiahahu menghembuskan nafas yang terakhir. Jenazah Martha Christina Tiahahu disemayamkan dengan penghormatan militer ke Laut Banda. 

Posted by Unknown on 9:41 AM. Filed under . You can follow any responses to this entry through the RSS 2.0. Feel free to leave a response