Golongan Darah Rhesus Negatif
GOLONGAN darah merupakan ciri darah dari suatu individu karena adanya perbedaan jenis karbohidrat dan protein pada permukaan membran sel darah merah.
Golongan darah manusia ditentukan berdasarkan jenis antigen dan antibodi yang terkandung dalam darahnya. Yaitu golongan darah A, B, O, dan AB atau yang dikenal dengan penggolongan ABO.
Jenis penggolongan darah lain yang cukup dikenal adalah dengan memanfaatkan faktor rhesus atau Rh. Seseorang yang tidak memiliki faktor Rh di permukaan sel darah merahnya memiliki golongan darah Rh negatif.
Mereka yang memiliki faktor Rh pada permukaan sel darah merahnya disebut memiliki golongan darah Rh positif.
Kepala Unit Pelaksana Teknis Daerah (UPTD) PMI Provinsi Lampung dr. Aditya M. Biomed mengatakan, status Rh ini menggambarkan adanya partikel protein di dalam sel darah.
Untuk Indonesia, orang yang memiliki Rh negatif hanya 0,01 persen dari total penduduk. Hal ini menyulitkan pendonor bagi orang yang memiliki Rh negatif.
’Rh negatif menggambarkan adanya kekurangan faktor protein dalam sel darah merah. Sedangkan Rh positif memiliki protein yang cukup. Kalau jenis darah pada umumnya diturunkan oleh orang tua kepada anaknya,” jelas dia.
Pemilik Rh negatif tidak boleh ditransfusi dengan darah Rh positif. Jika dua jenis golongan darah ini bertemu, dipastikan terjadi ’’perang” antara keduanya.
Sistem pertahanan tubuh si reseptor (penerima donor) akan menganggap Rh dari donor itu sebagai ’’benda asing” yang perlu dilawan seperti virus atau bakteri. Sebagai bentuk perlawanan, tubuh reseptor akan memproduksi anti-Rh.
Saat transfusi pertama, kadar anti-Rh masih belum cukup tinggi sehingga relatif tak menimbulkan masalah serius. Namun saat transfusi kedua, anti-Rh mencapai kadar yang cukup tinggi.
Anti-Rh ini akan menyerang dan memecah sel-sel darah merah dari donor. Kondisi ini bukan hanya menyebabkan tujuan transfusi darah tak tercapai, tetapi memperparah kondisi si reseptor sendiri. Ginjalnya harus bekerja keras mengeluarkan sisa pemecahan sel-sel darah merah itu.
Itu sebabnya pemilik Rh negatif tidak boleh menerima donor darah Rh positif sekalipun berdasarkan sistem ABO golongannya sama. Aturan ini tetap berlaku meski pendonor adalah keluarga dekat atau bahkan darah dagingnya sendiri.
Urusan Rh tak hanya penting saat proses transfusi darah. Faktor ini juga perlu diketahui para ibu hamil. Terutama jika ia ber-Rh negatif, sementara suaminya ber-Rh positif. Masalah ini biasanya terjadi pada perkawinan antarbangsa.
Secara genetik, Rh positif dominan terhadap Rh negatif. Anak dari pasangan beda Rh punya kemungkinan 50–100% ber-Rh positif. Kemungkinan ber-Rh negatif hanya 0–50%. Artinya, Rh si anak lebih mungkin berbeda dengan si ibu.
Jika tidak ditangani dengan tepat, perbedaan Rh antara bayi dengan ibu ini bakal menimbulkan masalah. Lewat plasenta, Rh darah bayi akan masuk ke peredaran darah si ibu.
Ini menyebabkan tubuh si ibu memproduksi anti-Rh. Lewat plasenta juga, anti-Rh ini akan melakukan serangan balik ke dalam peredaran darah si bayi. Sel-sel darah merah si bayi akan dihancurkan.
Pada kehamilan pertama, anti-Rh mungkin hanya menyebabkan si bayi lahir kuning (karena proses pemecahan sel darah merah menghasilkan bilirubin yang menyebabkan warna kuning pada kulit).
Tetapi pada kehamilan kedua, problemnya bisa menjadi fatal jika anak kedua juga memiliki Rh positif. Saat itu, kadar anti-Rh ibu sedemikian tinggi sehingga daya rusaknya terhadap sel darah merah bayi juga hebat. Ini bisa menyebabkan janin mengalami keguguran.
Jika sebelum hamil si ibu sudah mengetahui Rh darahnya, masalah keguguran ini bisa dihindari.
Sesudah melahirkan anak pertama dan selama kehamilan berikutnya, dokter akan memberikan obat khusus untuk menetralkan anti-Rh darah si ibu. Dengan terapi ini, anak kedua tetap bisa diselamatkan.