Jangan Buru-buru Belanja Saham
Dalam sepekan, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) berhasil menguat hampir 9%. Sejumlah analis percaya, setelah terkoreksi ‘ala kadarnya’, perdagangan di lantai bursa akan kembali bergairah.
Beberapa pelaku pasar, tampak begitu optimistis terhadap perdagangan efek di bursa. Mereka begitu yakin, di bulan ini, transaksi masih akan berlangsung bullish. Sehingga, IHSG akan dengan mudah mencapai level 1.800.
Ini memang merupakan perhitungan yang ekstra optimistis. Tapi, bukan merupakan sesuatu yang mustahil dicapai. Dengan catatan, indeks bisa tumbuh seperti pekan lalu yang meningkat lebih dari 130 poin.
“Memang akan terjadi koreksi. Namun setelah itu indeks akan kembali melesat,” kata seorang kepala riset di sebuah perusahaan sekuritas asing. Ada beberapa sentimen positif yang memicu munculnya optimisme tersebut.
Salah satunya adalah kemungkinan otoritas moneter memangkas tingkat bunga acuan alias BI Rate. Kalau benar RDG (Rapat Dewan Gubernur) BI melakukan itu, maka sejumlah sektor yang terkait dengan urusan kredit bank akan sangat diuntungkan.
Bisnis perbankan sudah pasti mendapat angin segar, sebab turunnya BI rate akan menurunkan tingkat bunga deposito yang pada gilirannya akan menciutkan bunga kredit. Artinya, pipa pinjaman bank yang selama ini mampet bisa mengalir kembali.
Selain perbankan, sektor properti dan multi finance juga bakal ikut menikmati turunnya tingkat bunga. Itu sebabnya, sejumlah analis sepakat, selain saham perbankan, saham properti juga layak mendapat perhatian.
Seperti saham PT Bank Mandiri (BMRI), PT Bank Rakyat Indonesia (BBRI) dan PT Bank Central Asia (BBCA) dan saham properti PT Ciputra Development (CTRA) dan PT Ciputra Properti (CTRP).
Selain tingkat bunga, faktor lain yang ikut mempengaruhi perdagangan saham adalah harga minyak dunia yang cenderung menguat. Harga si emas hitam yang enggan beranjak jauh dari level US$ 50 per barel, diperkirakan akan mendongkrak sejumlah harga komoditas pertambangan dan perkebunan.
Biar aman, kata sang kepala riset, sebaiknya investor memilih saham-saham beRfundamental kuat dan likuid. Seperti PT Aneka Tambang (ANTM), PT Astra Agro Lestari (AALI), PT Perusahaan Gas Negara (PGAS), dan PT Elnusa (ELSA).
Soalnya, jika kelak terjadi koreksi, saham-saham ini tidak akan menukik terlalu tajam. “Saham Telkom (TLKM) juga pantas dikoleksi. Sebab, kendati sudah naik banyak, efek ini masih mampu menguat ke Rp 9.000,” katanya.
Hanya saja, ya itu tadi, lantaran peningkatan indeks sudah cukup tinggi, sebaiknya pembelian dilakukan setelah terjadi aksi profit taking. Tak perlu terburu-buru. Apalagi dari luar negeri masih ada sederet sentimen negatif yang bisa menjatuhkan indeks. Misalnya hasil stress test perbankan dan kemungkinan naiknya tingkat pengangguran di AS.
Beberapa pelaku pasar, tampak begitu optimistis terhadap perdagangan efek di bursa. Mereka begitu yakin, di bulan ini, transaksi masih akan berlangsung bullish. Sehingga, IHSG akan dengan mudah mencapai level 1.800.
Ini memang merupakan perhitungan yang ekstra optimistis. Tapi, bukan merupakan sesuatu yang mustahil dicapai. Dengan catatan, indeks bisa tumbuh seperti pekan lalu yang meningkat lebih dari 130 poin.
“Memang akan terjadi koreksi. Namun setelah itu indeks akan kembali melesat,” kata seorang kepala riset di sebuah perusahaan sekuritas asing. Ada beberapa sentimen positif yang memicu munculnya optimisme tersebut.
Salah satunya adalah kemungkinan otoritas moneter memangkas tingkat bunga acuan alias BI Rate. Kalau benar RDG (Rapat Dewan Gubernur) BI melakukan itu, maka sejumlah sektor yang terkait dengan urusan kredit bank akan sangat diuntungkan.
Bisnis perbankan sudah pasti mendapat angin segar, sebab turunnya BI rate akan menurunkan tingkat bunga deposito yang pada gilirannya akan menciutkan bunga kredit. Artinya, pipa pinjaman bank yang selama ini mampet bisa mengalir kembali.
Selain perbankan, sektor properti dan multi finance juga bakal ikut menikmati turunnya tingkat bunga. Itu sebabnya, sejumlah analis sepakat, selain saham perbankan, saham properti juga layak mendapat perhatian.
Seperti saham PT Bank Mandiri (BMRI), PT Bank Rakyat Indonesia (BBRI) dan PT Bank Central Asia (BBCA) dan saham properti PT Ciputra Development (CTRA) dan PT Ciputra Properti (CTRP).
Selain tingkat bunga, faktor lain yang ikut mempengaruhi perdagangan saham adalah harga minyak dunia yang cenderung menguat. Harga si emas hitam yang enggan beranjak jauh dari level US$ 50 per barel, diperkirakan akan mendongkrak sejumlah harga komoditas pertambangan dan perkebunan.
Biar aman, kata sang kepala riset, sebaiknya investor memilih saham-saham beRfundamental kuat dan likuid. Seperti PT Aneka Tambang (ANTM), PT Astra Agro Lestari (AALI), PT Perusahaan Gas Negara (PGAS), dan PT Elnusa (ELSA).
Soalnya, jika kelak terjadi koreksi, saham-saham ini tidak akan menukik terlalu tajam. “Saham Telkom (TLKM) juga pantas dikoleksi. Sebab, kendati sudah naik banyak, efek ini masih mampu menguat ke Rp 9.000,” katanya.
Hanya saja, ya itu tadi, lantaran peningkatan indeks sudah cukup tinggi, sebaiknya pembelian dilakukan setelah terjadi aksi profit taking. Tak perlu terburu-buru. Apalagi dari luar negeri masih ada sederet sentimen negatif yang bisa menjatuhkan indeks. Misalnya hasil stress test perbankan dan kemungkinan naiknya tingkat pengangguran di AS.
Posted by Unknown
on 8:10 AM. Filed under
Investmen/Stock
.
You can follow any responses to this entry through the RSS 2.0.
Feel free to leave a response