|

10 Kepala Daerah Tersangka Kasus Korupsi Di Indonesia



Indonesia Corruption Watch (ICW), mencatat sebanyak 10 ter­sang­ka dugaan korupsi, terpilih menjadi kepala daerah periode 2010-2014.
“Ini merupakan pemantauan ICW terhadap pelaksanaan pemilihan kepala daerah (pilka­da) di 244 daerah di Indonesia selama tahun 2010,” kata pe­neliti ICW, Apung Widadi kepa­da wartawan, di Kantor ICW Jakarta, Senin.

Ke-10 orang tersangka yang terpilih dalam pilkada tersebut, yakni Bupati Rembang Moch Salim, Bupati Kepulauan Aru Theddy Tengko, Bupati Lam­pung Timur Satono, Wakil Bupati Bangka Selatan Jamro H Jalil, Gubernur Bengkulu Agusrin Najamudin.


Kemudian, Wali Kota Blitar Samanhudi Anwar, Bupati Jem­­ber Djalal, Wakil Bupati Jember Kusen Andalas, Bupati Boven Digoel Yusak Yaluwo, dan Wali Kota Tomohon Jefferson Rumajar.

Apung Widadi mengatakan seharusnya para kandidat yang terjerat hukum, tidak diperkenankan untuk mengikuti pilkada. hal ini disebabkan adanya kelemahan undang-undang yang mengatur soal pelaksanaan pilkada.

Ia mengatakan, tindak pidana korupsi yang dilakukan oleh para “incumbent” terse­but, salah satunya dipengaruhi “broker” suara, sehingga mereka memiliki kewa­jiban untuk “me­ngem­balikan” modal kampanyenya.
ICW meragukan integritas penegakan hukum di Indonesia terkait dengan pilkada.

Apung mencontohkan mantan Bupati Semarang Su­kawi S yang menjadi ter­dakwa korupsi saat menca­lonkan diri kembali dalam Pilkada, namun hingga lengser , ternyata penegakan hukum terhadap Sukawi masih menggantung.
“Bahkan, kasus yang sebelumnya pidana menjadi perdata. Kami khawatir ini akan terjadi kembali, jika tidak ada uu yang tegas mengatur soal para kandidat yang terjerat hukum tidak diperkenankan ikut Pilkada,” katanya.
Tak hanya itu, tambah Apung, sembilan orang dari kepala daerah yang terpilih juga terjerat kasus dugaan korupsi.

Sementara itu, peneliti senior ICW, Abdullah Dahlan, mengatakan, adanya ter­sangka dan terdakwa kasus korupsi yang melibatkan kepa­la daerah menunjukkan lemah­nya komitmen partai politik untuk membangun birokrasi yang bersih.

“Parpol yang mendukung kandidatnya, seharusnya par­pol melihat integritas pasa­ngan calon yang didukungnya. Namun, pada kenyataannya mayoritas parpol melihat dari kandidat yang memiliki” modal” kuat,” katanya.
Menanggapi adanya 10 ter­sangka korupsi menjadi kepala daerah, tambah dia, regulasi yang ada saat ini masih memberikan ruang, ka­rena tersangka duga­an korupsi bisa ikut pilkada.

“Dalam aturan yang ada, calon dilarang menjadi kan­didat bila melakukan pelang­garan hukum dan sudah me­miliki kekuatan hukum tetap. Ruang seperti ini menye­babkan mereka bisa ikut kem­bali menjadi kepala daerah,” katanya.

Posted by Unknown on 7:45 AM. Filed under . You can follow any responses to this entry through the RSS 2.0. Feel free to leave a response