APBN-P 2008. Cara Penyajian Yang Menyesatkan? Minggu, 08 Juni 08
APBN-P yang telah diundangkan dengan Undang-Undang Nomor 16 tahun 2008 masih mengandung asumsi yang sudah ketinggalan. Asumsi harga minyak masih US$ 95 per barrel, sedangkan harganya sudah melampaui US$ 120 yang membuat pemerintah menggunakan wewenangnya untuk menaikkan harga BBM. Yang menjadi fokus tulisan ini bukan masalah harga minyak yang melambung terus, tetapi APBN-P 2008 sendiri yang penuh dengan tanda tanya dan teka-teki. Maka walaupun angka asumsi harga minyak mentah sudah tidak realistis lagi, saya menggunakannya sebagai bahan analisis, karena APBN-P inilah yang sekarang berlaku, dan yang banyak saya permasalahkan adalah formatnya, yang lalu mengkaburkan makna yang sebenarnya dari angka-angkanya. PENERIMAAN PEMERINTAH DARI SUMBER DAYA ALAM (SDA) Tidak seperti APBN yang terdahulu, penerimaan Pemerintah dari SDA tidak dirinci lebih lanjut ke dalam Migas dan Non Migas. Penerimaan dari SDA dicantumkan satu angka saja sebesar Rp. 192,7894 trilyun. Dalam sisi pengeluaran ada pos “Subsidi Energi” sebesar Rp. 187,1078 trilyun. Namun dalam penjelasan pasal demi pasal UU nomor 16 tahun 2008 tentang APBN-P 2008 ada perincian sebagai berikut. Penerimaan dari : Pengeluaran untuk Subsidi Energi Rp. 187,1078 trilyun Jadi ada pos yang bernama “Subsidi Energi” sebesar Rp. 187,1078 trilyun. Kalau angka ini kita persandingkan dengan penerimaan dari Energi, yaitu Penerimaan dari Minyak Bumi dan Gas Alam berjumlah Rp. 182,94686 (Rp. 149,11131 + Rp. 33,83555), masih surplus sebesar Rp. 4,16094 trilyun. Mengapa ketika itu dikatakan bahwa APBN-P sudah tidak tahan, sehingga Panitia Anggaran memberikan mandat yang diminta oleh Pemerintah untuk mengeluarkan uang buat subsidi BBM yang jumlahnya melampaui Rp. 100 trilyun? Jadi walaupun harga BBM belum dinaikkan yang sesuai dengan US$ 95 per barrel minyak mentah, subsidi sudah lebih kecil dibandingkan dengan penerimaan SDA. Mengapa ketika itu sudah dikatakan bahwa harga bensin premium yang Rp. 4.500 per liter sudah mengakibatkan APBN jebol karena minyak mentahnya diasumsikan US$ 95 per barrel? Secara prinsip dan menurut alur pikir Pemerintah, harga minyak mentah US$ 95 per barrel ekivalen dengan Rp. 6.605 per liter bensin premium. Perhitungan kasar dan prinsipiilnya ialah : (95 : 159 x 10.000) + Rp. 630. Mungkin karena itulah Pemerintah akhirnya nekad menaikkan harga bensin premium menjadi Rp. 6.000 per liter, karena Pemerintah melakukan cuci otak sendiri bahwa tingkat harga minyak mentah yang US$ 95 barrel sudah membuat APBN jebol. Kita lihat bahwa ketika harga bensin premium masih Rp. 4.500 per liter, penerimaan SDA dikurangi subsidi masih surplus. Pemerintah bisa saja berkelit mengatakan bahwa penerimaannya itu SDA seluruhnya, sedangkan subsidinya hanya untuk Energi. Boleh saja, tetapi mengapa tidak pernah mau menjelaskannya dalam susunan angka-angka yang ditambah-kurangkan secara sederhana? Boleh memasukkan semua macam BBM, semua produk sampingan, semua cost recovery, semua impor dan ekspor dan sebagainya. Mengapa angka-angka dari SDA yang milik rakyat harus dirahasiakan buat rakyatnya. Menteri Keuangan memang pernah mengatakan sekarang tidak ada rahasia. Bolehkan saya melihat semua Perkiraan Buku Besar dari pembukuan yang berhubungan dengan minyak? Atau Neraca Percobaannya sajalah. Apa boleh? Kalau boleh bagaimana caranya? Kalau harus melalui Fraksi di DPR akan saya usahakan, dan hasil bacaan saya akan saya umumkan. Syukur kalau saya boleh langsung memperoleh keseluruhan Neraca Percobaannya. PENGELUARAN BESAR DALAM POS NON KEBUTUHAN LANGSUNG (K/L) TIDAK DIJELASKAN. Ada pos pengeluaran dengan nama “Belanja Pemerintah Pusat Non K/L” sebesar Rp. 407,0483 trilyun. Rinciannya hanya sebagian. Maka dipakai kata “antara lain” sebagai berikut : Karena dalam APBN-P 2008 tidak ada pos “pembayaran cicilan pokok utang dalam negeri” saya menduga keras ini adalah pengeluaran Pemerintah untuk membayar Cicilan Pokok Utang Dalam Negeri yang sudah jatuh tempo tahun ini. Pertanyaan : mengapa harus disembunyikan seperti ini? APA ITU ARTINYA “PERBANKAN DALAM NEGERI”? Dalam kelompok “Pembiayaan Defisit” ada pos dengan nama “Perbankan Dalam Negeri” sejumlah Rp. 11,7 trilyun, tetapi ditulis dalam tanda kurung yang berarti negatif. Pemasukan uang kok negatif? Bukankah ini berarti pengeluaran dari Tabungan Pemerintah yang dirahasiakan dan diselimuti dengan istilah “Perbankan Dalam Negeri”? Dalam penjelasan pasal demi pasal dapat disimpulkan bahwa jumlah ini memang merupakan pengeluaran, yaitu untuk ditabung ke dalam Rekening Pemerintah di Bank Indonesia dengan nama “Dana Investasi”. Namun jumlahnya Rp. 12 trilyun. Menjadinya Rp. 11,7 trilyun karena ada uang sejumlah Rp. 300 milyar yang diambil dari rekening ini untuk penggunaan yang hanya disebut “penggunaan”, Untuk apa tidak disebutkan. Mengapa pengeluaran tidak dikatakan “pengeluaran”, tetapi disebut “penerimaan negatif”? APA ITU “DANA INVESTASI”? Hal yang sama juga terdapat dalam pos yang bernama “Dana Investasi”. Apakah ini berarti Pemerintah melakukan investasi, tetapi dirahasiakan dengan diselimuti istilah “Dana Investasi” dan dimasukkan ke dalam kelompok penerimaan uang untuk pembiayaan defisit, tetapi ditulis dalam tanda kurung, yang berarti sama dengan pengeluaran uang? Dalam penjelasan hanya disebutkan “antara lain termasuk dana restrukturisasi BUMN”. Jadi memang pengeluaran. Tetapi mengapa dikatakan “pemasukan uang yang negatif”? Mengapa tidak dikatakan saja “pengeluaran uang untuk …..” dan dikelompokkan ke dalam kelompok “Pengeluaran”. FORMAT YANG RUMIT DIJADIKAN SEDERHANA DAN ATAS DASAR UANG TUNAI (CASH BASIS) Semua angka yang ada dalam APBN-P 2008 saya tuangkan ke dalam format yang sederhana dan apa adanya. Kalau ada pengeluaran uang dimasukkan ke dalam kelompok pengeluaran, tidak dalam kelompok penerimaan yang lantas ditulis dengan tanda kurung. Angka-angkanya disusun dan disajikan dalam Tabel yang berjudul “APBN-P 2008 Susunan KKG”. DEFISIT Kita lihat bahwa Defisitnya sebesar Rp. 170,2812 trilyun. Bukan Rp. 94,5033 trilyun seperti yang tercantum dalam APBN-P susunan Pemerintah. Selisihnya antara lain disebabkan karena Pemerintah menganggap pengeluaran uang untuk membayar cicilan pokok utang yang jatuh tempo bukan elemen dari Defisit. Mungkin punya alasan, tetapi bagi bagian terbesar dari anggota masyarakat tidak jelas. Karena jumlah PDB sebesar Rp. 4.484,3718 trilyun. Maka Defisitnya dinyatakan dalam persen dari PDB bukan 2,1%, tetapi 3,8%. Lagi-lagi penggambaran kondisi keuangan yang lebih bagus dari kenyataan dan bertentangan dengan prinsip kejujuran dan kehati-hatian. BEBAN TERBERAT YANG BIKIN JEBOL APBN BUKAN MINYAK Seperti dikatakan tadi, dari angka-angka apa adanya seperti yang tercantum dalam APBN-P dan tidak jelas, penerimaan uang dari SDA dikurangi Subsidi Energi masih surplus. Tetapi beban pembayaran utang sebagai berikut : Beban utang, baik pembayaran cicilan pokok utang yang jatuh tempo maupun bunganya yang Rp. 233,9432 trilyun ini sama dengan 26,14% dari seluruh penerimaan negara. Dari sini sudah sangat jelas bahwa yang merupakan beban terberat buat APBN sehingga mempunyai potensi membuat APBN kita jebol adalah besarnya utang Pemerintah, bukan karena harga minyak dunia yang melonjak. Angka-angka dalam APBN-P jelas sekali berbicara tentang hal ini. Nalar sederhana juga mengatakan bagaimana mungkin bangsa yang mempunyai minyak di bawah perut bumi negaranya menjadi sengsara karena harganya melambung di pasar dunia. GALI LUBANG TUTUP LUBANG DALAM UTANG Kita hanya dapat membayar utang beserta bunganya yang sudah jatuh tempo dengan berutang baru, atau dengan cara gali lubang tutup lubang. Jumlah utang beserta bunga yang jatuh tempo sebesar Rp. 233,9432 trilyun. Utang baru, baik Utang Dalam Negeri maupun Utang Luar Negeri sebagai berikut. Utang baru ini menanggung beban bunga yang berat, karena rating Indonesia yang rendah, sehingga hanya dapat memperoleh utang dengan pembayaran bunga yang tinggi. Karena itu, utang baru yang menanggung beban bunga harus kita persandingkan dengan utang pokok yang terbayar di tahun 2008. Angka-angkanya sebagai berikut. Jadi Lubang Utang yang digali lebih besar dibandingkan dengan Lubang Utang yang ditutup dengan jumlah Rp. 26,8272 trilyun. Oleh Kwik Kian Gie
APBN-P yang telah diundangkan dengan Undang-Undang Nomor 16 tahun 2008 masih mengandung asumsi yang sudah ketinggalan. Asumsi harga minyak masih US$ 95 per barrel, sedangkan harganya sudah melampaui US$ 120 yang membuat pemerintah menggunakan wewenangnya untuk menaikkan harga BBM. Yang menjadi fokus tulisan ini bukan masalah harga minyak yang melambung terus, tetapi APBN-P 2008 sendiri yang penuh dengan tanda tanya dan teka-teki. Maka walaupun angka asumsi harga minyak mentah sudah tidak realistis lagi, saya menggunakannya sebagai bahan analisis, karena APBN-P inilah yang sekarang berlaku, dan yang banyak saya permasalahkan adalah formatnya, yang lalu mengkaburkan makna yang sebenarnya dari angka-angkanya. PENERIMAAN PEMERINTAH DARI SUMBER DAYA ALAM (SDA) Tidak seperti APBN yang terdahulu, penerimaan Pemerintah dari SDA tidak dirinci lebih lanjut ke dalam Migas dan Non Migas. Penerimaan dari SDA dicantumkan satu angka saja sebesar Rp. 192,7894 trilyun. Dalam sisi pengeluaran ada pos “Subsidi Energi” sebesar Rp. 187,1078 trilyun. Namun dalam penjelasan pasal demi pasal UU nomor 16 tahun 2008 tentang APBN-P 2008 ada perincian sebagai berikut. Penerimaan dari : Pengeluaran untuk Subsidi Energi Rp. 187,1078 trilyun Jadi ada pos yang bernama “Subsidi Energi” sebesar Rp. 187,1078 trilyun. Kalau angka ini kita persandingkan dengan penerimaan dari Energi, yaitu Penerimaan dari Minyak Bumi dan Gas Alam berjumlah Rp. 182,94686 (Rp. 149,11131 + Rp. 33,83555), masih surplus sebesar Rp. 4,16094 trilyun. Mengapa ketika itu dikatakan bahwa APBN-P sudah tidak tahan, sehingga Panitia Anggaran memberikan mandat yang diminta oleh Pemerintah untuk mengeluarkan uang buat subsidi BBM yang jumlahnya melampaui Rp. 100 trilyun? Jadi walaupun harga BBM belum dinaikkan yang sesuai dengan US$ 95 per barrel minyak mentah, subsidi sudah lebih kecil dibandingkan dengan penerimaan SDA. Mengapa ketika itu sudah dikatakan bahwa harga bensin premium yang Rp. 4.500 per liter sudah mengakibatkan APBN jebol karena minyak mentahnya diasumsikan US$ 95 per barrel? Secara prinsip dan menurut alur pikir Pemerintah, harga minyak mentah US$ 95 per barrel ekivalen dengan Rp. 6.605 per liter bensin premium. Perhitungan kasar dan prinsipiilnya ialah : (95 : 159 x 10.000) + Rp. 630. Mungkin karena itulah Pemerintah akhirnya nekad menaikkan harga bensin premium menjadi Rp. 6.000 per liter, karena Pemerintah melakukan cuci otak sendiri bahwa tingkat harga minyak mentah yang US$ 95 barrel sudah membuat APBN jebol. Kita lihat bahwa ketika harga bensin premium masih Rp. 4.500 per liter, penerimaan SDA dikurangi subsidi masih surplus. Pemerintah bisa saja berkelit mengatakan bahwa penerimaannya itu SDA seluruhnya, sedangkan subsidinya hanya untuk Energi. Boleh saja, tetapi mengapa tidak pernah mau menjelaskannya dalam susunan angka-angka yang ditambah-kurangkan secara sederhana? Boleh memasukkan semua macam BBM, semua produk sampingan, semua cost recovery, semua impor dan ekspor dan sebagainya. Mengapa angka-angka dari SDA yang milik rakyat harus dirahasiakan buat rakyatnya. Menteri Keuangan memang pernah mengatakan sekarang tidak ada rahasia. Bolehkan saya melihat semua Perkiraan Buku Besar dari pembukuan yang berhubungan dengan minyak? Atau Neraca Percobaannya sajalah. Apa boleh? Kalau boleh bagaimana caranya? Kalau harus melalui Fraksi di DPR akan saya usahakan, dan hasil bacaan saya akan saya umumkan. Syukur kalau saya boleh langsung memperoleh keseluruhan Neraca Percobaannya. PENGELUARAN BESAR DALAM POS NON KEBUTUHAN LANGSUNG (K/L) TIDAK DIJELASKAN. Ada pos pengeluaran dengan nama “Belanja Pemerintah Pusat Non K/L” sebesar Rp. 407,0483 trilyun. Rinciannya hanya sebagian. Maka dipakai kata “antara lain” sebagai berikut : Karena dalam APBN-P 2008 tidak ada pos “pembayaran cicilan pokok utang dalam negeri” saya menduga keras ini adalah pengeluaran Pemerintah untuk membayar Cicilan Pokok Utang Dalam Negeri yang sudah jatuh tempo tahun ini. Pertanyaan : mengapa harus disembunyikan seperti ini? APA ITU ARTINYA “PERBANKAN DALAM NEGERI”? Dalam kelompok “Pembiayaan Defisit” ada pos dengan nama “Perbankan Dalam Negeri” sejumlah Rp. 11,7 trilyun, tetapi ditulis dalam tanda kurung yang berarti negatif. Pemasukan uang kok negatif? Bukankah ini berarti pengeluaran dari Tabungan Pemerintah yang dirahasiakan dan diselimuti dengan istilah “Perbankan Dalam Negeri”? Dalam penjelasan pasal demi pasal dapat disimpulkan bahwa jumlah ini memang merupakan pengeluaran, yaitu untuk ditabung ke dalam Rekening Pemerintah di Bank Indonesia dengan nama “Dana Investasi”. Namun jumlahnya Rp. 12 trilyun. Menjadinya Rp. 11,7 trilyun karena ada uang sejumlah Rp. 300 milyar yang diambil dari rekening ini untuk penggunaan yang hanya disebut “penggunaan”, Untuk apa tidak disebutkan. Mengapa pengeluaran tidak dikatakan “pengeluaran”, tetapi disebut “penerimaan negatif”? APA ITU “DANA INVESTASI”? Hal yang sama juga terdapat dalam pos yang bernama “Dana Investasi”. Apakah ini berarti Pemerintah melakukan investasi, tetapi dirahasiakan dengan diselimuti istilah “Dana Investasi” dan dimasukkan ke dalam kelompok penerimaan uang untuk pembiayaan defisit, tetapi ditulis dalam tanda kurung, yang berarti sama dengan pengeluaran uang? Dalam penjelasan hanya disebutkan “antara lain termasuk dana restrukturisasi BUMN”. Jadi memang pengeluaran. Tetapi mengapa dikatakan “pemasukan uang yang negatif”? Mengapa tidak dikatakan saja “pengeluaran uang untuk …..” dan dikelompokkan ke dalam kelompok “Pengeluaran”. FORMAT YANG RUMIT DIJADIKAN SEDERHANA DAN ATAS DASAR UANG TUNAI (CASH BASIS) Semua angka yang ada dalam APBN-P 2008 saya tuangkan ke dalam format yang sederhana dan apa adanya. Kalau ada pengeluaran uang dimasukkan ke dalam kelompok pengeluaran, tidak dalam kelompok penerimaan yang lantas ditulis dengan tanda kurung. Angka-angkanya disusun dan disajikan dalam Tabel yang berjudul “APBN-P 2008 Susunan KKG”. DEFISIT Kita lihat bahwa Defisitnya sebesar Rp. 170,2812 trilyun. Bukan Rp. 94,5033 trilyun seperti yang tercantum dalam APBN-P susunan Pemerintah. Selisihnya antara lain disebabkan karena Pemerintah menganggap pengeluaran uang untuk membayar cicilan pokok utang yang jatuh tempo bukan elemen dari Defisit. Mungkin punya alasan, tetapi bagi bagian terbesar dari anggota masyarakat tidak jelas. Karena jumlah PDB sebesar Rp. 4.484,3718 trilyun. Maka Defisitnya dinyatakan dalam persen dari PDB bukan 2,1%, tetapi 3,8%. Lagi-lagi penggambaran kondisi keuangan yang lebih bagus dari kenyataan dan bertentangan dengan prinsip kejujuran dan kehati-hatian. BEBAN TERBERAT YANG BIKIN JEBOL APBN BUKAN MINYAK Seperti dikatakan tadi, dari angka-angka apa adanya seperti yang tercantum dalam APBN-P dan tidak jelas, penerimaan uang dari SDA dikurangi Subsidi Energi masih surplus. Tetapi beban pembayaran utang sebagai berikut : Beban utang, baik pembayaran cicilan pokok utang yang jatuh tempo maupun bunganya yang Rp. 233,9432 trilyun ini sama dengan 26,14% dari seluruh penerimaan negara. Dari sini sudah sangat jelas bahwa yang merupakan beban terberat buat APBN sehingga mempunyai potensi membuat APBN kita jebol adalah besarnya utang Pemerintah, bukan karena harga minyak dunia yang melonjak. Angka-angka dalam APBN-P jelas sekali berbicara tentang hal ini. Nalar sederhana juga mengatakan bagaimana mungkin bangsa yang mempunyai minyak di bawah perut bumi negaranya menjadi sengsara karena harganya melambung di pasar dunia. GALI LUBANG TUTUP LUBANG DALAM UTANG Kita hanya dapat membayar utang beserta bunganya yang sudah jatuh tempo dengan berutang baru, atau dengan cara gali lubang tutup lubang. Jumlah utang beserta bunga yang jatuh tempo sebesar Rp. 233,9432 trilyun. Utang baru, baik Utang Dalam Negeri maupun Utang Luar Negeri sebagai berikut. Utang baru ini menanggung beban bunga yang berat, karena rating Indonesia yang rendah, sehingga hanya dapat memperoleh utang dengan pembayaran bunga yang tinggi. Karena itu, utang baru yang menanggung beban bunga harus kita persandingkan dengan utang pokok yang terbayar di tahun 2008. Angka-angkanya sebagai berikut. Jadi Lubang Utang yang digali lebih besar dibandingkan dengan Lubang Utang yang ditutup dengan jumlah Rp. 26,8272 trilyun. Oleh Kwik Kian Gie
Posted by Unknown
on 1:12 AM. Filed under
.
You can follow any responses to this entry through the RSS 2.0.
Feel free to leave a response